Tuesday, January 19, 2016

Jus Cranberry

“Jus cranberry-nya satu ya bi.” pintaku sesampainya aku di rumah Daniel.
“Siap neng.” jawab Bi Sukma sambil mengacungkan dua jempolnya. Aku membalasnya dengan kedua jempolku,  menyemangatinya.
Angin berhembus pelan melewati leherku yang telanjang. Rambutku sesekali beterbangan dibuatnya. Udara sejuk disini memang selalu jadi nomor satu. Udara yang bersih dan bebas polusi sungguh adalah udara tersehat yang pernah kurasakan. Bukan hanya udaranya yang sejuk, suasana dan pemandangan yang disuguhkan villa Daniel ini turut berkontribusi menjadikannya tempat favorit liburan semesterku.
“Dikasih hati minta jantung.” suara berat khas cowok yang sangat kukenal terdengar dari belakangku. Aku tertawa menanggapi gurauannya. Dengan cepat Daniel berjalan dan duduk di depanku.
“Apanya yang hati apanya yang jantung, sih?” tanyaku setelah dia duduk.
“Itu elo, udah mohon-mohon diajakin liburan disini, minta minuman yang mahal lagi.” jawab Daniel ketus sambil melayangkan pandangannya ke perkebunan teh di depan villa.
“Lo salah Dan, gue ga mohon-mohon diajakin kesini kok. Bukannya elo ya yang kaya gitu?” balasku tidak mau kalah. Daniel langsung melihatku dan menaikkan kepalanya “Ini villa gue, remember?” ujarnya, lalu dia menghembuskan napas. “Ah udahlah, gimanapun elo selalu punya cara buat bisa liburan disini. Udah gapenting lagi ‘kenapa bisanya’.” lanjutnya sambil meraih kepalaku dan mengacak-acak rambutku. Jantungku seketika berhenti berdetak.
Daniel tertawa. Tawa yang mengunci mataku untuk terus menatap wajah manly-nya. Tawa yang dapat menggetarkan dadaku, dan tawa yang dapat membuatku tak sadar bahwa aku juga sedang ikut tertawa. Ya, tawa itu. Tawa yang selalu berhasil menyihirku. Seketika aku terdiam karena mengingat sesuatu, lalu tersenyum pada Daniel.
“Kenapa senyum?” tanya Daniel yang sadar aku tersenyum padanya. Aku menaikkan alisku lalu berdecak padanya, kutolehkan kepalaku kesamping, “Makasih bi, jusnya.” ujarku. Bi Sukma menaikkan alisnya tanda mengerti. “Iya neng, sama-sama. Ini jusnya ga dikasih gula sama sekali sesuai permintaan eneng kaya biasa.” ujarnya.
“Ah, bibi emang bibi paling peka deh di dunia.” tambahku memujinya. Bi Sukma hanya bersungut-sungut senang sambil memberikan jus anggur untuk Daniel. “Udah ya den, neng, bibi kebelakang lagi, kalo perlu bantuan bibi lagi bilang aja nanti.” ujarnya sambil lalu. Aku langsung menyeruput jus favoritku itu dan mendesah bahagia setelah meminumnya. “Ini emang minuman paling enak sedunia.”
“Apasih enaknya? Asem gitu juga.” sinis Daniel.
“Dan, napa sih lo sinis banget sama gue hari ini? Pms ya lo?”
Daniel menghembuskan napas berat , “Gue lagi bete mel. Biasa, pmsnya cowo.”
Aku mengerutkan kening tidak mengerti, seketika aku menyadari sesuatu, “Jangan-jangan lo putus lagi, ya?” ujarku pelan. Daniel mengangguk kesal. Sesuatu melegakan hatiku. Anggaplah aku jahat, karena selalu senang setiap Daniel putus dengan pacar-pacarnya. Tanpa kusadari sebelah bibirku sudah terangkat.
“Napa lo senyum gitu? Ngehina gue ya yang gabisa pacaran lebih dari sebulan?” tanyanya. Ketika sadar dengan senyum sinisku,  aku langsung mengalihkan pandanganku darinya dan tertawa. Lega.... lega rasnya. “Gue tau lo bukan playboy, tapi kenapa ya?” tanyaku berpura-pura simpati. Daniel berdecak kesal, “Sama aja lo ngatain gue playboy, kucrut!”
“Idih, pede banget sih lo! Segitu pengennya dicap playboy ya?” sulutku. Daniel menekuk wajahnya lagi.
“Gue ga ngerti lagi mel, semua cewe yang gue pacarin kok ya gapernah ada yang bisa bertahan sama gue. Padahal gue ga neko-neko juga pacaran ama merekanya. Lama-lama jadi homo deh gue.” Aku langsung melempar majalah yang ada di tanganku ke kepala Daniel. “Amit-amit niel lo jadi homo. Ngomong dipikir dulu napa.” gerutuku. “Lagian....” keluhnya.
“Sebenernya ya niel menurut gue, masalah tuh bukan di elonya.” selaku dengan suara meyakinkan. “Tapi ada di cewek-cewek itu. Selama ini, cewek yang pacaran sama elo tipenya gitu semua sih, not a lovely girl at all. Too much asking. Something you really hated of.” jujurku. Daniel mengangguk-angguk mengiyakan. “Tapi bingungnya gue, kok elo jadiannya sama yang gitu-gitu semua. Gak kapok apa gimana gue juga gangerti.” tambahku sambil menaikkan bahu.
“Terus gue harus sama cewe kaya gimana dong? Pas awal-awal kan gue gatau mereka tipe cewe begitu.” ujar Daniel membela diri. Aku tersenyum setengah tertawa mendengarnya sambil meraih jusku. Sekarang Daniel terdengar seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya. Bukan Daniel banget nih ngerengekin masalah kaya gini.
“Kayak elo?” celetuk Daniel. UHUK!! Aku terbatuk. Apa katanya? Cewek...... sepertiku? Apanya yang cewek sepertiku? Daniel ngeledek ya? Aku mengangkat wajahku, menatapnya, menunggu lanjutan kata-katanya.
Daniel menangkap tatapanku lalu melanjutkan, “Ah, mana bisa kaya elo, yang ada hidup gue malah ga tenang.” lalu dengan cepat Daniel mengalihkan pandangan ke arah yang berlawanan dengan wajahku. Aku menghembuskan napas lega mendengarnya. Lega karena jantungku tidak akan berusaha untuk melompat keluar saking cepatnya berdetak. Setelah detak jantungku yang berpacu cepat berangsur-angsur melambat, aku menghembuskan napas lagi. Sial. Suatu rasa yang sangat kuat menempel di tenggorokanku. Untuk pertama kalinya, jus cranberry favoritku, rasanya menjadi sangat asam dan memuakkan.
--

No comments: