Saturday, October 25, 2014

My Novel!!


Ini seneng banget rasanya...... Setelah disibukkin sama ribuan tugas, stress, kegiatan, capek, dan segalanyaa... akhirnya dapet penyegaran dari berita ini >D ASlhamdulillah ya Allah makasih banget anugerahnya. Seneng banget denger novel ini terbiiit :) Kalo kalian mau beli novelnya boleh guys, murah kok, cuma Rp20.000 aja. Yang fantasi cinta 2 dimensi itu novel, tapi kalau yang Everything About Love itu Kumpulan Cerpen :)
Yo mangga kesini aja kalo mau beli: Fantasi Cinta 2 Dimensi : https://iframe.buqu.co/Details/bts214i0008/BITStore?id=bitread
Everything About Love: https://iframe.buqu.co/Details/bts214g0083/BITStore?id=bitread

Monday, July 14, 2014

Here is my family!

And today I wanna share some photos of L3 Queen!, my family. L3 Queen consist of me and my sister :D We used name 'L3' because the name of three of us started with word 'L'. Lulu Nur Afifah (me), Laila Nur Fadhillah (she is 3rd grade in SMPIT Al Husna now), then my little sista, Luthfia Nur Karimah (she is 1st grade in SDIT Ainul Hayat). I wanna to introduction them :)
Here is us! L3 Queen ({})
This is me :D Lulu Nur Afifah :)

This is Laila Nur Fadhilah :)

And this is the last, my little sister :D Luthfia Nur Karimah

My Drawing!

2 month ago, I try to draw something, for the cover of my and widya's novel, And here is the result. I never know I ca drawing like this :) And by the way I like this picture! Love this :*

Tuesday, April 8, 2014

Surat Untukmu



Aku merasa bebas denganmu
Ringan… Nyaman…. Aman…
Tak tahu mengapa….
Jika bersamamu, aku tidak takut lagi
Jika bersamamu, aku bahkan tidak malu
Jika bersamamu, apapun yang ada dalam fikirku hilang
Melayang bebas dalam anganku
Terbang…. Entah kemana…
Hanya karena ada kamu
           
Kulirik lagi bait demi bait puisi karyaku. Dadaku bergemuruh. Yakinkah aku akan mengirimu puisi ini? Ah, bukan puisi saja, melainkan seluruh isi suratnya. Aku ragu, Aku takut. Tapi, jika aku tidak mengirimkannya padamu, aku yakin aku sudah tidak bisa membendung perasaanku lagi padamu. Aaaaaaahh, kamu memang hobi membuatku frustasi, Kai.
Aku bergerak gusar sambil menggeser gitar yang menutupi sebagian kasurku. Aku menatap langit-langitnya dalam diam. Aku melamun. Ah, bahkan dalam lamunanku saja ada kamu. Aku ini memang sudah benar-benar gila.
            I’m a Barbie girl. In a Barbie world…..” nada dering ponselku berbunyi. Aku menggapainya cepat dan segera mengangkat teleponnya.
“Ya, halo?” sapaku pada seseorang entah siapa di seberang sana yang meneleponku, nomornya di-private.
“Kar, lo ada di rumah?” Tanya orang itu sendu.
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, “Anya?” tanyaku. Orang yang meneleponku hanya berdeham. Ya, berarti itu memang Anya. Untuk apa Anya menelepon? Tumben sekali, biasanya dia akan langsung datang ke rumahku tiba-tiba tanpa menelepon.
“Kar? Karin?” panggilnya lagi.
“Ya? Iya aku lagi di ruman An. Kenapa?” tanyaku bingung.
“Gue kesana yaaa.” ucapnya, tiba-tiba sambungan terputus. Aku mematung. Ada apasih sama Anya? Aneh banget deh.
Aku langsung mengganti bajuku sambil membereskan kamarku. Anya pasti akan langsung masuk ke kamarku tanpa diminta. Biasanya dia begitu.
Setengah jam kemudian seseorang membuka pintu kamarku. Anya. Rambut ikalnya menjuntai sebahu. Kakinya yang jenjang terlihat sangat cantik dengan dress selututnya. Anya memang selalu menawan. Tapi tidak sekarang. Matanya sembab dan basah. Anya berlari ke arahku dan langsung memelukku erat.
“Andi, Kar. Andi.” Bisiknya tepat di telingaku. Andi adalah pacar Anya sekarang. Ada apa dengan Andi?
“Andi kenapa An?” tanyaku sambil mengelus-elus pundaknya.
“Dia tahu kalau selama ini gue suka Ryan.” Jawabnya. Aku termenung. Berdeham. Sepertinya, memang sudah hukum alam bahwa bangkai yang dikubur dalam-dalam akan tercium juga baunya. Bahkan bangkai yang sangat Anya tata agar tidak ketahuan pun akhirnya terungkap juga.
Anya sudah lama menyukai Ryan. Tapi tidak pernah mengungkapkannya karena Anya pikir Ryan terlalu cuek padanya. Meskipun begitu Anya menyukainya bahkan dari sebelum Anya berpacaran dengan Andi. Namun, saat Andi yang datang pada Anya, Anya tidak bisa menolak. Ia terlalu baik hati. Akhirnya ia mengikhlaskan Ryan dan memilih untuk berpacaran dengan Andi. Andi jelas sangat senang. Tapi sekarang ketika Andi tahu kenyataannya, aku yakin ia tidak akan sebahagia biasanya.
“Terus, Andi sekarang gimana?” tanyaku.
Anya terbatuk sebentar sebelum menjawab. “Akhirnya dia minta putus.” Jawabnya. Aku mengangguk mengerti. Memang sudah seharusnya begitu, daripada Anya terus menerus membohonginya. “Tapi, Kar, bukannya lega, gue malah sedih dan ngerasa kehilangan.” Tambahnya.
“Wajarlah An. Kan biasanya kamu kontakan terus sama dia. Kamu setahun loh sama dia, jadi wajar kalo tiba-tiba ngerasa kehilangan kaya gini.” Ujarku sambil mengelus puncak kepalanya. Anya tetap tersedu.
Anya akhirnya bercerita tentang duduk permasalahannya hingga Andi tahu. Aku dengan setia mendengarkannya baik-baik. Lagipula aku bisa bernasihat apa? Pacaran saja tidak pernah. Aku hanya hobi menjadi seorang secret admirer.
Selama bersama Andi, Anya selalu bilang bahwa ia hanya mencoba untuk menghargai perasaan Andi terhadapnya. Ia penganut quote “Lebih baik bersama orang yang mencintai kita dari pada bersama orang yang kita cintai.” Maka dari itu ia menerima Andi untuk menjadi pacarnya. Ia selalu bilang bahwa ia menyayangi Andi layaknya seorang adik menyayangi kakaknya. Meskipun ia tidak pernah mengatakannya pada Andi.
Tapi lama-kelamaan, semakin sering Anya bercerita tentang Andi, aku semakin melihat suatu perbedaan. Anya tidak pernah sadar bahwa matanya tidak bisa berbohong. Setiap Anya bercerita tentang Andi sebagai kakaknya, aku selalu melihat hal yang berbeda di matanya. Bukan tatapan kagum yang Anya berikan untuk Andi. Melainkan tatapan memuja.
Setelah melihat yang terjadi pada Anya dan mendengar penuturan Anya tentang Andi hari ini, aku semakin yakin dengan perkiraanku selama ini. Anya memiliki gejala yang sama denganku. Gejala sama dengan yang kurasakan terhadap Kai. Anya jatuh cinta pada Andi.
Mungkin, karena itulah ia menyesal. Menyesal karena telah membohongi Andi juga karena pada akhirnya ia jatuh cinta juga pada lelaki itu. Mungkin, karena itu juga ia sekarang sangat rindu pada Andi. Mungkin, karena itu pulalah sekarang ia menangis. Bukan karena Ryan. Melainkan karena Andi.
“Jadi, sekarang kamu mau gimana nih An? Mau lepasin dia atau minta maaf sama dia dan jujur sama perasaan kamu ke dia?” tanyaku setelah tangis Anya reda. Anya hanya terdiam dan menghela napas.
“Gue bingung ya Kar. Terlebih gue takut Andi gamau maafin gue.” Jawabnya.
Aku tersenyum, “Kalo gitu, kamu mau jadi secret admirer juga kaya aku?” tanyaku jahil sambil mengedipkan mata. Anya langsung menggeleng.
“Ya gak maulah, lo kan ga punya nyali, makanya jadi secret admirer gitu.” Sanggahnya. Aku langsung tertawa dan meledeknya, “Jadi kamu punya nyali buat ngomong langsung?” Anya langsung sadar akan dampak dari ucapannya barusan. Aku lagi-lagi tertawa melihat wajah cemas Anya.
“Gue harus gimana dong Kar menurut lo?” tanyanya.
“Menurutku? Yang ga punya pengalaman pacaran sekalipun?” ujarku pura-pura kaget. Anya menimpukku dengan bantal.
“Yaiyalah, masa menurut boneka-boneka lo sih?” ujar Anya cemberut.
Aku menjawil pipinya sambil menjawab, “Kamu jujur ajalah An sama dia. Toh baru kemarin juga kejadiannya. Gamungkin dalem sehari dia langsung lupain kamu. Siapa tau dia ngarepin kamu minta maaf kan. Gausah gengsi-gengsian dulu deh An sekarang.”
Anya menatap mataku yang bulat sambil bergumam, “Apa gitu aja ya? Gue minta maaf ke rumahnya langsung atau telepon aja?”
“Apapun yang terjadi secara langsung itu selalu lebih enak dan jelas, An.” Bisik gue. Anya melirikku lalu tersenyum.
“Okedeh, gue langsung ke rumahnya aja kali ya. Ah! Berarti gue harus bawa sesuatu buat Tante Rini, siapa tahu ketemu.” Ujarnya dengan mata berbinar. Aku tersenyum, Tante Rini adalah mamanya Andi. Yah, Anya memang mudah memikat hati para orangtua juga sebenarnya.
Tiba-tiba saja Anya langsung meloncat dari kasurku. “Kalo gitu gue pulang dulu ya Kar, gue mau beli bingkisan dulu baru minta maaf sama Andi.” Aku membelalakkan mataku kaget. Hari ini juga?
“Sekarang juga, An?” tanyaku. Anya langsung mengangguk semangat, “Gue gamau masalah ini jadi ribet dulu. Thanks banget yaaa Karin sayaang buat masukannya. Niat gue sekarang bulet buat minta maaf sama Andi. Kedepannya yah gimana nanti aja.” Jawabnya sambil tersenyum. Senyum yang selalu menulariku.
“Yaudah, sukses, ya. Sana pergi husss!” usirku. Anya tertawa. Tapi tiba-tiba mata Anya jadi serius dan ia mendekatiku.
“Kar.” Panggilnya. Aku hanya mengagkat alis menanggapinya. “Kuatin tekad lo juga ya Kar.” Ujarnya lalu berhenti. Aku bingung. Tekad buat apa? Aku diam menunggu lanjutan kata-katanya yang menggantung.
“Sebagai sahabat, gue pengen lo juga bahagia. Kejar orang yang lo suka Kar. Minimal lo kasihlah diri lo sendiri kesempatan buat ngungkapin perasaan lo. Gue ga pengen lo harus menyesal dulu kaya gue, Kar.” Ujarnya. Mataku membelalak kaget. Tidak biasanya Anya berbicara seperti ini.
“Jujur sama perasaan lo sendiri Kar. Dan jujurlah sama Kai tentang perasaan lo buat dia selama ini. Apapun hasilnya, at least lo mencoba. Raih cintamu, Kar!” Aku terbatuk. Anya menepuk pundakku berkali-kali sebelum pamit dan memelukku.
Sungguh aku tidak percaya Anya mengatakan hal yang selama bertahun-tahun ini kubuang jauh-jauh. Anya memintaku untuk berani. Berani merasakan apa yang kurasakan dan berani mengungkapkan yang kurasakan.
Jujur, aku senang. Itu artinya ada seseorang yang akan siap menerimaku jika aku gagal. Namun itu membuatku khawatir juga. Bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika aku hanya dianggap kampungan? Sial.
Aku merebahkan badanku dan memeluk boneka beruangku sambil melamun. Hei, aku benar-benar jatuh cinta sepertinya karena beberapa detik yang lalu aku rasa aku mendengar suara Kai memanggilku. “Karin… Karin…” panggilnya terus menerus. Aku bergeming. Ini mimpi? Tapi semakin lama suaranya semakin jelas di telingaku. Penasaran, aku meloncat dari kasur dan mengintip lewat jendela kamarku. Bola mataku membesar.
Ya, itu Kai. Dia ada disini. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan? Spontan aku langsung berkaca di depan cermin dan merapihkan penampilanku. Haruskah aku menemuinya? Aku menepuk kepalaku. Yaiyalah, jika tidak aku, siapa lagi? Papa? Oh, jangan…
Aku bergegas keluar kamar. Beberapa saat kemudian aku kembali. Terngiang kata-kata Anya padaku, “Raih cintamu!” Ya, aku tidak ingin menyesal dulu seperti Anya baru bisa meraih kebahagiaanku. Aku memang harus mengungkapkan perasaanku, cepat atau lambat.
Akhirnya kutarik sebuah amplop merah dari bawah bantalku. Melihatnya untuk yang terakhir kalinya, dan berlari sekuat tenaga kebawah.
“Hai, Kai.” Sapaku sambil mengatur napasku yang berkejaran. Kai mengerutkan keningnya heran.
“Habis ngapain, sih?” Tanyanya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Dia hanya mengangkat alisnya ketika aku tidak menjawabnya. Dia tidak menodongku dengan banyak pertanyaan seperti biasanya. Aku bersyukur. Sesaat, suasana diantara aku dan Kai canggung.
“Oiya, mau ngapain kesini Kai?” tanyaku basa basi.
“Gapapa, pengen ketemu aja. Asalnya sih pengen ngajak main sepeda bareng, tapi karena kamu kayanya lagi kecapean, gajadi deh.” Kini aku yang mengangkat alisku. Dia mau apa katanya? Aku sampai tidak percaya pada pendengaranku.
Sejenak suasana diantara aku dan Kai kembali hening, padahal biasanya Kai tidak suka keheningan. Ia pasti akan memecah keheningan demi keheningan dengan keunikannya. Aku jadi merasa canggung.
“Oiya…” ujarku dan Kai bersamaan. Sontak aku dan Kai tertawa karenanya. Bisa-bisanya kami janjian berbicara bersama seperti itu.
“Mau ngomong apa, Kar?” Tanyanya. Aku langsung terdiam. Oh iya. Inikah saatnya aku memberikannya suratku? Ya Tuhan…. Hm… baiklah, cepat atau lambat ini pasti terjadi.
Aku menyibak rambutku dengan gugup, lalu mengambil surat itu dari dalam saku jaketku. Sesaat, Kai terlihat bingung dengan tingkahku. Aku mengangsurkan surat itu ke tangan Kai. Kai masih terdiam. “Buat kamu.” Ujarku.
Ia baru mengambilnya. Ia mengerutkan keningnya, lalu bertanya, “Boleh baca?” Aku tersenyum mengiyakan. Tiba-tiba aku terkesiap, ternyata maksud Kai adalah membacanya sekarang. Ya ampun, aku harus memasang wajah bagaimana?
Ketika Kai membaca suratku, aku memerhatikannya dengan ujung mataku. Ia terdiam membisu dengan mata tertancap pada kertas biruku. Sebelum satu jawabanpun keluar dari mulutnya, aku ingin sekali melihat wajahnya. Kesempatan ini kumanfaatkan sebaik mungkin untuk melihat setiap inci wajah tegas Kai yang kusukai.
Jantungku berdegup sangat kencang. Seperti hendak keluar jika saja rasanya. Kai tidak pernah seserius ini membaca sesuatu sebelumnya. Aku terpaku. Aku takut. Meskipun seharusnya aku sudah siap dengan apapun respon yang akan Kai berikan padaku, tetap saja perutku bergolak dengan cepat. Dadaku bergemuruh hingga tiba-tiba aku ingin sekali menyumbat telingaku agar aku tidak mendengar hal-hal aneh dalam tubuhku.
Beberapa menit berlalu hingga Kai akhirnya mengangkat kepalanya. Ia menatapku tajam. Aku hampir merosot. Seharusnya aku sudah tahu jawabannya tanpa memberikan suratku. Ya Tuhan, apakah aku baru saja mempermalukan diriku sendiri didepan orang yang kusukai?
Kai masih menatapku dengan tajam, tanpa mengalihkan pandangannya sekalipun dariku. Aku hampir saja berniat untuk kabur ketika pada akhirnya matanya melembut dan ia tersenyum. Ia mengangsurkan sepucuk surat juga padaku. Aku membukanya. Hanya ada satu kalimat disana.
“I love you.” Aku menghembuskan napas bahagia.

Saturday, March 22, 2014

Happy Anniversary!

     Long time not post, I do really miss this blog! And by the way, I just remember that today is my blog's second anniversary! Happy anniversary my lovely blog. I hope you always be my history record. Amin. Happy,happy <3