Tuesday, January 19, 2016

Rea

Rea
by Lulu Nur Afifah

“Aku mau es krim yang itu ya, kak.” teriak  suara cemprengnya  yang mengalihkan lamunanku.
Aku tersenyum mendengar permintaannya, mengacak rambutnya, lalu bergegas membeli eskrim yang dia inginkan.
Aku masih mengingatnya. Bola mata yang penuh kejujuran, bulu mata yang lentik dan lesung pipi yang menambah kesan imut dalam wajahnya. Belum lagi ocehannya yang tak pernah membuatku kesepian. Perpaduan keajaiban yang membuatku tak bisa berhenti merindukannya.
            Kubuka mataku perlahan. Yah, sudah cukup mengenangnya untuk pagi ini, sekarang aku harus bersiap-siap pergi ke sekolah. Aku melompat dari kasur dan langsung menyambar handuk yang berada di dalam lemari. Aku harus semangat hari ini, aku kan sudah berjanji padanya. Aku tersenyum dan mempercepat segala gerak-gerikku.
--
            “Heh Chik, gercep banget sih lo hari ini. Semua yang lo kerjain super cepet sampe orang lain aja nggak tau lo lagi ngapain. Kesambet apasih?” tanya Rinta tepat setelah aku menggendong tasku untuk pulang ke rumah. Kami berjalan bersama menuju gerbang sekolah.
            “Ya nggak kesambet apa-apa Rin. Gue biasanya juga emang gini kok, kan gue Miss Gercep.” ujarku santai. Rinta hanya mengangguk-angguk mengiyakan.
            Rinta tiba-tiba menggandeng tanganku, “Chik, beli es krim dulu yuk!” ajaknya manja. Aku menolehkan wajahku pada sahabatku itu, “Ngapain, sih Rin?” tanyaku.
            “Sekali-kali. Kapan  lagi kita happy-happy abis pulang sekolah gini? Ujian kan sebentar lagi.Kalo udah ujian kan lo kaya orang kesurupan, nggak bisa diganggu sama sekali.” cibir Rinta kesal sambil melepas gandengannya padaku. Aku mendengus dengan perumpamaannya padaku. Ah, tapi benar juga. Kalo udah musim ujian aku biasanya mengurung diriku di kamar.
“Okedeh.” jawabku. “Yes!” ujarnya. Rinta langsung menarikku dengan semangat ke arah cafe favorit kami di dekat sekolah.
--
            “Yang mana ya?” tanya Rinta untuk yang keseratus kalinya pada dirinya sendiri sambil menunjuk eskrim di bagian menu satu persatu. Aku hanya menggeleng pasrah karena sepertinya kami akan menghabiskan sisa hari ini disini. “Red velvet satu ya mbak.” ujarku pada pelayan, “Gue duduk duluan ya Rin.” lanjutku. Rinta hanya mengangguk tanpa melihatku sama sekali.
            “Saying scared little girl living in a big old world... You’ve outgrown your room....” Alunan lagu cafe menyapa telingaku, tanpa sadar, aku mengikuti lirik lagunya. Lagu yang sangat damai dan tenang. Tipe lagu yang setiap hari mengisi relung hatiku, yang bisa mengalihkan pikiranku dari orang yang kurindu. Tipe lagu...  yang bisa membuatku menangis dengan alasan lirik lagu yang menyentuh. Ya, tipe lagu yang ‘kusuka’.
            Aku mengalihkan pandanganku keluar cafe,  jalanan ramai dan padat oleh ratusan kendaraan yang berebut untuk melaju duluan. Macet. Pemandangan biasa di kota metropolitan seperti Jakarta ini. Terkadang aku bertanya, kenapa masih saja banyak orang yang ingin membeli kendaraan baru meskipun tahu jalanan selalu macet setiap harinya? Tidakkah mereka mempertimbangkannya? Ah sudahlah, untuk apa aku memikirkannya. Tiba-tiba, suatu pemandangan mengunci tatapanku.
            “Pokoknya aku mau eskrim, kalo nggak dibeliin aku nggak mau pulang.” jerit seorang anak kecil pada seorang anak SMA yang berwajah mirip dengannya.
            “Jangan ih, kakak nggak punya uang.” keluh orang yang diteriaki anak kecil itu. Seketika anak kecil itu melepaskan genggaman tangan kakaknya dan berhenti berjalan. Ia terdiam di tempat. Si kakak langsung berbalik dan menatap adiknya dengan mata membara. Bukannya takut, sang adik malah berteriak kencang sehingga beberapa mata tertuju pada mereka, “Pokoknya aku mau eskrim, kaaaaaak.”
            DEG. Sesuatu menghantam ulu hatiku, bukan barang tapi potongan memori. Potongan memori yang mampu membuat hatiku terasa perih. Bayanganku kembali pada beberapa tahun lalu, ketika seseorang dengan perawakan kecil merengek padaku untuk dibelikan eskrim. Anak itu selalu minta dibelikan eskrim jika pergi denganku, sebelum aku membelikannya eskrim, dia akan selalu mengancam untuk tidak ikut pulang, sehingga perdebatanku dengannya selalu berakhir dengan sebuah eskrim ditangannya. Ah, anak itu... Hatiku semakin sakit mengingatnya. Aku mengedipkan mata berkali-kali. Aku tidak boleh cengeng, aku harus menahan gumpalan perasaan ini.
            Aku membuka mataku dan kembali melihat sepasang kakak-adik yang tadi sedang bertengkar di depan cafe. Kini di tangan si kakak terdapat dua eskrim, dengan wajah sedikit kesal ia memberikan salah satu eskrim pada adiknya. Si adik menerimanya dengan bersemangat dan langsung menjilatinya. Sebelum kakaknya berdiri, tiba-tiba adiknya mencium  pipi kakaknya. “Makasih ya kak.” ujarnya dengan mulut belepotan. Sang kakak hanya bisa tersenyum dan mengajak adiknya pulang. Mereka pun berjalan beriringan. Tanpa bisa kucegah, setitik cairan bening menetes dari mata kiriku.
“Dek, kakak kangen, gimana cara ketemunya?”
-           
            Musim ujian datang. Seperti biasa aku akan mengurung diriku untuk belajar seharian. Sebenarnya aku bukan anak yang senang belajar dan selalu melakukan apapun dengan cepat. Aku yang sebenarnya adalah aku yang bebas dan  pemalas. Akan tetapi, sejak adikku meninggal dunia, aku berubah. Semua itu karena janjiku padanya.
            Aku berselisih delapan tahun dengannya. Dia meninggal karena kecelakaan lalu lintas dua tahun yang lalu. Dia anak yang senang membaca dan sangat cerewet. Hari-hariku tidak pernah sepi sejak kedatangannya. Kepriadiannya pun berkebalikan denganku yang pemalas. Meskipun masih kecil, ia anak yang rajin. Dan ketika meninggal, salah satu permintaannya adalah agar aku menjadi anak yang rajin, sehingga ia tidak akan sedih meninggalkan kakaknya yang teledor ini. Setidaknya dengan menjadi rajin, hal yang harus kulakukan tidak akan kulupakan, sehingga aku tidak perlu orang lain untuk mengingatkanku ini itu, katanya. Dimana tugas mengingatkanku ini itu menurut adikku adalah tugasnya. Maka dari itulah aku berubah, agar dia tidak merasa sedih disana.
            Dulu, aku sering sekali kesal padanya karena ia anak yang manja dan cerewet. Yang membuatku jengah adalah sikapnya yang sering memanfaatkan posisinya sebagai anak bungsu sehingga semua permintaannya selalu dikabulkan. Dan permintaan favoritnya yaitu selalu ingin ikut aku  pergi, kemanapun tujuanku. Dan seperti sebuah syarat sebelum pulang kerumah, ia selalu meminta dibelikan eskrim padaku ketika kami pulang. Sehingga makan eskrim bersama adalah kenangan terkuat yang kumiliki dengannya, Rea.
            “Huhuhuhuhuhu........” Aku sedang dalam perjalanan pulang ketika aku mendengar suara isakan anak perempuan. Kucari asal suara tersebut dan terkejut ketika menemukan anak itu. Tangisannya memang tidak terlalu ketara, bahkan ia menangis tanpa suara, hanya isakannya saja yang terdengar. Tanpa sadar, aku berjalan mendekatinya. Ia bersembunyi di bagian pojok luar sebuah cafe elit sambil memerhatikan sesuatu di dalam cafe tersebut. Bajunya lusuh dan kekecilan, meskipun tidak terlihat compang-camping. “Kenapa dek?” tanyaku sambil menepuk bahunya dari belakang. Tubuhnya menunjukkan reaksi kaget dan dengan cepat ia berbalik ke arahku.
            Aku terkejut lagi. “Rea...” bisikku spontan. Anak kecil tersebut mengedipkan matanya berkali-kali. Ia bingung ketika aku membisikkan sebuah nama yang tak ia kenal. Dengan berani ia mengelap sisa-sisa tangisnya dan berjalan mendekatiku. “Kenapa kak?” tanyanya balik ketika aku melamun di depannya.
            Aku sadar dan langsung berlutut dihadapannya, “Kamu tadi habis ngapain?” tanyaku. Anak kecil dengan mata bulat dan pipi yang berlesung itu tersenyum polos dan menjawab, “Aku lagi liat orang yang makan kak.” jawabnya. Aku mencoba untuk menahan buncahan perasaan campur aduk dalam diriku.
            “Rumah kamu dimana, dek?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
            Anak kecil itu tersenyum lagi, “Aku nggak punya rumah, kak. Selama ini tidur di kardus atau di tempat-tempat kosong aja.” jawabnya enteng. Hatiku terketuk. Aku mendekat padanya dan menyentuh pipinya. Ya Tuhan, kenapa mirip sekali... Rea...... Apa maksudnya ini?
            “Tidur di kardus..... nggak dingin?” tanyaku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Campuran perasaan antara rindu dengan sosok Rea yang selalu tersenyum polos dan selalu menghiburku dengan perasaan simpati terhadap anak kecil di depanku.
            “Kalo boleh jujur sih dingin, kak. Tapi ya gimana lagi, aku nggak punya tempat lain buat tidur. Mama aku ninggalin aku di kardus, papa aku udah nggak ada.” celotehnya tiba-tiba, aku mendengarkan. “Eh, tapi kakak jangan jadi sedih, aku udah biasa kok, jadi tidur di kardus udah nggak dingin lagi.” jawabnya, masih dengan senyum di bibirnya.
Aku menelusuri wajahnya dengan tanganku. Tiba-tiba ia meraih tanganku dan mengenggamnya. “Kak, kakak lagi sedih ya? Kakak kenapa nangis?” tanyanya. Aku terpaku dengan tindakannya. Seperti deja vu. Rea juga pernah melakukan dan mengucapkan hal yang sama padaku. Tiba-tiba suara perut berbunyi, anak kecil itu tersenyum malu. Aku langsung menghapus mataku yang berkaca-kaca dan berdiri di depannya,lalu melihat ke arah dalam cafe, menebak apa hal yang sebenernya diinginkan anak kecil ini tadi. Dan mataku tertuju pada satu makanan. Makanan yang sangat akrab bagi aku dan Rea.
            “Dek, mau kakak beliin eskrim?” tanyaku padanya. Kini giliran yang matanya membesar tak percaya.
            “Kakak tau darimana aku mau itu?” ujarnya balik bertanya.
            Aku tersenyum simpul, bersyukur. Rea. I know you in there. “Mau rasa apa? Yuk masuk kita pilih eskrimnya.” ajakku sambil mengandeng tangan anak kecil ini. Anak kecil tadi mengikutiku dengan penuh syukur.
            “Yang mana?” tanyaku. Dan ia langsung menunjuk satu eskrim yang membuat emosiku tidak terkendali lagi. “Dari dulu aku mau yang itu kak.” ujarnya sambil menunjuk satu eskrim. Red velvet. Eskrim favorit Rea. Aku tersenyum mendengarnya, mengelup kepalanya dan langsung membeli eskrim yang diinginkannya.

            Rea, kakak yakin kamu tahu kakak sangat merindukanmu disini, untuk itu terimakasih karena telah mengirimkan anak ini pada kakak. Kakak akan menjaganya seperti kakak menjagamu, dan kakak akan selalu membelikannya eskrim, seperti kakak selalu memebelikanmu eskrim sepanjang hidupmu. Hidup tenanglah disana, Rea. Kakak selalu menyayangimu.

1 comment:

taurinhackenberg said...

Harrah's Cherokee Casino Hotel & Racetrack - Kambi
Harrah's Cherokee 사천 출장샵 Casino Hotel & Racetrack locations, 아산 출장마사지 rates, 김제 출장안마 amenities: expert Cherokee research, 당진 출장샵 only at Hotel and Travel Index. 의정부 출장마사지