“Jus cranberry-nya satu ya bi.” pintaku sesampainya aku di rumah Daniel.
“Siap neng.”
jawab Bi Sukma sambil mengacungkan dua jempolnya. Aku membalasnya dengan kedua
jempolku, menyemangatinya.
Angin
berhembus pelan melewati leherku yang telanjang. Rambutku sesekali beterbangan
dibuatnya. Udara sejuk disini memang selalu jadi nomor satu. Udara yang bersih
dan bebas polusi sungguh adalah udara tersehat yang pernah kurasakan. Bukan
hanya udaranya yang sejuk, suasana dan pemandangan yang disuguhkan villa Daniel
ini turut berkontribusi menjadikannya tempat favorit liburan semesterku.
“Dikasih hati
minta jantung.” suara berat khas cowok yang sangat kukenal terdengar dari
belakangku. Aku tertawa menanggapi gurauannya. Dengan cepat Daniel berjalan dan
duduk di depanku.
“Apanya yang
hati apanya yang jantung, sih?” tanyaku setelah dia duduk.
“Itu elo, udah
mohon-mohon diajakin liburan disini, minta minuman yang mahal lagi.” jawab
Daniel ketus sambil melayangkan pandangannya ke perkebunan teh di depan villa.
“Lo salah Dan,
gue ga mohon-mohon diajakin kesini kok. Bukannya elo ya yang kaya gitu?”
balasku tidak mau kalah. Daniel langsung melihatku dan menaikkan kepalanya “Ini
villa gue, remember?” ujarnya, lalu dia menghembuskan napas. “Ah udahlah,
gimanapun elo selalu punya cara buat bisa liburan disini. Udah gapenting lagi ‘kenapa
bisanya’.” lanjutnya sambil meraih kepalaku dan mengacak-acak rambutku.
Jantungku seketika berhenti berdetak.
Daniel
tertawa. Tawa yang mengunci mataku untuk terus menatap wajah manly-nya. Tawa
yang dapat menggetarkan dadaku, dan tawa yang dapat membuatku tak sadar bahwa
aku juga sedang ikut tertawa. Ya, tawa itu. Tawa yang selalu berhasil
menyihirku. Seketika aku terdiam karena mengingat sesuatu, lalu tersenyum pada
Daniel.
“Kenapa senyum?”
tanya Daniel yang sadar aku tersenyum padanya. Aku menaikkan alisku lalu
berdecak padanya, kutolehkan kepalaku kesamping, “Makasih bi, jusnya.” ujarku.
Bi Sukma menaikkan alisnya tanda mengerti. “Iya neng, sama-sama. Ini jusnya ga
dikasih gula sama sekali sesuai permintaan eneng kaya biasa.” ujarnya.
“Ah, bibi
emang bibi paling peka deh di dunia.” tambahku memujinya. Bi Sukma hanya
bersungut-sungut senang sambil memberikan jus anggur untuk Daniel. “Udah ya
den, neng, bibi kebelakang lagi, kalo perlu bantuan bibi lagi bilang aja
nanti.” ujarnya sambil lalu. Aku langsung menyeruput jus favoritku itu dan
mendesah bahagia setelah meminumnya. “Ini emang minuman paling enak sedunia.”
“Apasih
enaknya? Asem gitu juga.” sinis Daniel.
“Dan, napa sih
lo sinis banget sama gue hari ini? Pms ya lo?”
Daniel
menghembuskan napas berat , “Gue lagi bete mel. Biasa, pmsnya cowo.”
Aku
mengerutkan kening tidak mengerti, seketika aku menyadari sesuatu, “Jangan-jangan
lo putus lagi, ya?” ujarku pelan. Daniel mengangguk kesal. Sesuatu melegakan
hatiku. Anggaplah aku jahat, karena selalu senang setiap Daniel putus dengan
pacar-pacarnya. Tanpa kusadari sebelah bibirku sudah terangkat.
“Napa lo
senyum gitu? Ngehina gue ya yang gabisa pacaran lebih dari sebulan?” tanyanya.
Ketika sadar dengan senyum sinisku, aku langsung
mengalihkan pandanganku darinya dan tertawa. Lega.... lega rasnya. “Gue tau lo
bukan playboy, tapi kenapa ya?” tanyaku berpura-pura simpati. Daniel berdecak
kesal, “Sama aja lo ngatain gue playboy, kucrut!”
“Idih, pede
banget sih lo! Segitu pengennya dicap playboy ya?” sulutku. Daniel menekuk
wajahnya lagi.
“Gue ga ngerti
lagi mel, semua cewe yang gue pacarin kok ya gapernah ada yang bisa bertahan
sama gue. Padahal gue ga neko-neko juga pacaran ama merekanya. Lama-lama jadi
homo deh gue.” Aku langsung melempar majalah yang ada di tanganku ke kepala
Daniel. “Amit-amit niel lo jadi homo. Ngomong dipikir dulu napa.” gerutuku.
“Lagian....” keluhnya.
“Sebenernya ya
niel menurut gue, masalah tuh bukan di elonya.” selaku dengan suara meyakinkan.
“Tapi ada di cewek-cewek itu. Selama ini, cewek yang pacaran sama elo tipenya
gitu semua sih, not a lovely girl at all. Too much asking. Something you really
hated of.” jujurku. Daniel mengangguk-angguk mengiyakan. “Tapi bingungnya gue, kok
elo jadiannya sama yang gitu-gitu semua. Gak kapok apa gimana gue juga
gangerti.” tambahku sambil menaikkan bahu.
“Terus gue
harus sama cewe kaya gimana dong? Pas awal-awal kan gue gatau mereka tipe cewe
begitu.” ujar Daniel membela diri. Aku tersenyum setengah tertawa mendengarnya
sambil meraih jusku. Sekarang Daniel terdengar seperti anak kecil yang baru
saja kehilangan mainannya. Bukan Daniel banget nih ngerengekin masalah kaya
gini.
“Kayak elo?”
celetuk Daniel. UHUK!! Aku terbatuk. Apa katanya? Cewek...... sepertiku? Apanya
yang cewek sepertiku? Daniel ngeledek ya? Aku mengangkat wajahku, menatapnya,
menunggu lanjutan kata-katanya.
Daniel
menangkap tatapanku lalu melanjutkan, “Ah, mana bisa kaya elo, yang ada hidup
gue malah ga tenang.” lalu dengan cepat Daniel mengalihkan pandangan ke arah
yang berlawanan dengan wajahku. Aku menghembuskan napas lega mendengarnya. Lega
karena jantungku tidak akan berusaha untuk melompat keluar saking cepatnya
berdetak. Setelah detak jantungku yang berpacu cepat berangsur-angsur melambat,
aku menghembuskan napas lagi. Sial. Suatu rasa yang sangat kuat menempel di
tenggorokanku. Untuk pertama kalinya, jus
cranberry favoritku, rasanya menjadi sangat asam dan memuakkan.
--
No comments:
Post a Comment