Rea
by
Lulu Nur Afifah
“Aku mau es krim yang
itu ya, kak.” teriak suara cemprengnya yang mengalihkan lamunanku.
Aku tersenyum mendengar
permintaannya, mengacak rambutnya, lalu bergegas membeli eskrim yang dia
inginkan.
Aku
masih mengingatnya. Bola mata yang penuh kejujuran, bulu mata yang lentik dan
lesung pipi yang menambah kesan imut dalam wajahnya. Belum lagi ocehannya yang
tak pernah membuatku kesepian. Perpaduan keajaiban yang membuatku tak bisa
berhenti merindukannya.
Kubuka mataku perlahan. Yah, sudah
cukup mengenangnya untuk pagi ini, sekarang aku harus bersiap-siap pergi ke
sekolah. Aku melompat dari kasur dan langsung menyambar handuk yang berada di
dalam lemari. Aku harus semangat hari ini, aku kan sudah berjanji padanya. Aku
tersenyum dan mempercepat segala gerak-gerikku.
--
“Heh Chik, gercep banget sih lo hari
ini. Semua yang lo kerjain super cepet sampe orang lain aja nggak tau lo lagi
ngapain. Kesambet apasih?” tanya Rinta tepat setelah aku menggendong tasku
untuk pulang ke rumah. Kami berjalan bersama menuju gerbang sekolah.
“Ya nggak kesambet apa-apa Rin. Gue
biasanya juga emang gini kok, kan gue Miss
Gercep.” ujarku santai. Rinta hanya mengangguk-angguk mengiyakan.
Rinta tiba-tiba menggandeng
tanganku, “Chik, beli es krim dulu yuk!” ajaknya manja. Aku menolehkan wajahku
pada sahabatku itu, “Ngapain, sih Rin?” tanyaku.
“Sekali-kali. Kapan lagi kita happy-happy
abis pulang sekolah gini? Ujian kan sebentar lagi.Kalo udah ujian kan lo kaya
orang kesurupan, nggak bisa diganggu sama sekali.” cibir Rinta kesal sambil
melepas gandengannya padaku. Aku mendengus dengan perumpamaannya padaku. Ah, tapi
benar juga. Kalo udah musim ujian aku biasanya mengurung diriku di kamar.
“Okedeh.”
jawabku. “Yes!” ujarnya. Rinta
langsung menarikku dengan semangat ke arah cafe
favorit kami di dekat sekolah.
--
“Yang mana ya?” tanya Rinta untuk
yang keseratus kalinya pada dirinya sendiri sambil menunjuk eskrim di bagian
menu satu persatu. Aku hanya menggeleng pasrah karena sepertinya kami akan
menghabiskan sisa hari ini disini. “Red
velvet satu ya mbak.” ujarku pada pelayan, “Gue duduk duluan ya Rin.” lanjutku.
Rinta hanya mengangguk tanpa melihatku sama sekali.
“Saying
scared little girl living in a big old world... You’ve outgrown your room....”
Alunan lagu cafe menyapa telingaku,
tanpa sadar, aku mengikuti lirik lagunya. Lagu yang sangat damai dan tenang.
Tipe lagu yang setiap hari mengisi relung hatiku, yang bisa mengalihkan
pikiranku dari orang yang kurindu. Tipe lagu...
yang bisa membuatku menangis dengan alasan lirik lagu yang menyentuh.
Ya, tipe lagu yang ‘kusuka’.
Aku mengalihkan pandanganku keluar cafe, jalanan ramai dan padat oleh ratusan kendaraan
yang berebut untuk melaju duluan. Macet. Pemandangan biasa di kota metropolitan
seperti Jakarta ini. Terkadang aku bertanya, kenapa masih saja banyak orang
yang ingin membeli kendaraan baru meskipun tahu jalanan selalu macet setiap
harinya? Tidakkah mereka mempertimbangkannya? Ah sudahlah, untuk apa aku
memikirkannya. Tiba-tiba, suatu pemandangan mengunci tatapanku.
“Pokoknya aku mau eskrim, kalo nggak
dibeliin aku nggak mau pulang.” jerit seorang anak kecil pada seorang anak SMA
yang berwajah mirip dengannya.
“Jangan ih, kakak nggak punya uang.”
keluh orang yang diteriaki anak kecil itu. Seketika anak kecil itu melepaskan
genggaman tangan kakaknya dan berhenti berjalan. Ia terdiam di tempat. Si kakak
langsung berbalik dan menatap adiknya dengan mata membara. Bukannya takut, sang
adik malah berteriak kencang sehingga beberapa mata tertuju pada mereka,
“Pokoknya aku mau eskrim, kaaaaaak.”
DEG. Sesuatu menghantam ulu hatiku,
bukan barang tapi potongan memori. Potongan memori yang mampu membuat hatiku
terasa perih. Bayanganku kembali pada beberapa tahun lalu, ketika seseorang
dengan perawakan kecil merengek padaku untuk dibelikan eskrim. Anak itu selalu
minta dibelikan eskrim jika pergi denganku, sebelum aku membelikannya eskrim,
dia akan selalu mengancam untuk tidak ikut pulang, sehingga perdebatanku
dengannya selalu berakhir dengan sebuah eskrim ditangannya. Ah, anak itu... Hatiku
semakin sakit mengingatnya. Aku mengedipkan mata berkali-kali. Aku tidak boleh
cengeng, aku harus menahan gumpalan perasaan ini.
Aku membuka mataku dan kembali
melihat sepasang kakak-adik yang tadi sedang bertengkar di depan cafe. Kini di tangan si kakak terdapat
dua eskrim, dengan wajah sedikit kesal ia memberikan salah satu eskrim pada
adiknya. Si adik menerimanya dengan bersemangat dan langsung menjilatinya.
Sebelum kakaknya berdiri, tiba-tiba adiknya mencium pipi kakaknya. “Makasih ya kak.” ujarnya
dengan mulut belepotan. Sang kakak hanya bisa tersenyum dan mengajak adiknya
pulang. Mereka pun berjalan beriringan. Tanpa bisa kucegah, setitik cairan
bening menetes dari mata kiriku.
“Dek, kakak kangen, gimana cara
ketemunya?”
-
Musim ujian datang. Seperti biasa
aku akan mengurung diriku untuk belajar seharian. Sebenarnya aku bukan anak
yang senang belajar dan selalu melakukan apapun dengan cepat. Aku yang
sebenarnya adalah aku yang bebas dan pemalas. Akan tetapi, sejak adikku meninggal
dunia, aku berubah. Semua itu karena janjiku padanya.
Aku berselisih delapan tahun
dengannya. Dia meninggal karena kecelakaan lalu lintas dua tahun yang lalu. Dia
anak yang senang membaca dan sangat cerewet. Hari-hariku tidak pernah sepi
sejak kedatangannya. Kepriadiannya pun berkebalikan denganku yang pemalas.
Meskipun masih kecil, ia anak yang rajin. Dan ketika meninggal, salah satu
permintaannya adalah agar aku menjadi anak yang rajin, sehingga ia tidak akan
sedih meninggalkan kakaknya yang teledor ini. Setidaknya dengan menjadi rajin,
hal yang harus kulakukan tidak akan kulupakan, sehingga aku tidak perlu orang
lain untuk mengingatkanku ini itu, katanya. Dimana tugas mengingatkanku ini itu
menurut adikku adalah tugasnya. Maka dari itulah aku berubah, agar dia tidak
merasa sedih disana.
Dulu, aku sering sekali kesal
padanya karena ia anak yang manja dan cerewet. Yang membuatku jengah adalah sikapnya
yang sering memanfaatkan posisinya sebagai anak bungsu sehingga semua
permintaannya selalu dikabulkan. Dan permintaan favoritnya yaitu selalu ingin
ikut aku pergi, kemanapun tujuanku. Dan seperti
sebuah syarat sebelum pulang kerumah, ia selalu meminta dibelikan eskrim padaku
ketika kami pulang. Sehingga makan eskrim bersama adalah kenangan terkuat yang
kumiliki dengannya, Rea.
“Huhuhuhuhuhu........” Aku sedang
dalam perjalanan pulang ketika aku mendengar suara isakan anak perempuan.
Kucari asal suara tersebut dan terkejut ketika menemukan anak itu. Tangisannya
memang tidak terlalu ketara, bahkan ia menangis tanpa suara, hanya isakannya
saja yang terdengar. Tanpa sadar, aku berjalan mendekatinya. Ia bersembunyi di
bagian pojok luar sebuah cafe elit sambil
memerhatikan sesuatu di dalam cafe
tersebut. Bajunya lusuh dan kekecilan, meskipun tidak terlihat compang-camping.
“Kenapa dek?” tanyaku sambil menepuk bahunya dari belakang. Tubuhnya
menunjukkan reaksi kaget dan dengan cepat ia berbalik ke arahku.
Aku terkejut lagi. “Rea...” bisikku spontan. Anak kecil
tersebut mengedipkan matanya berkali-kali. Ia bingung ketika aku membisikkan
sebuah nama yang tak ia kenal. Dengan berani ia mengelap sisa-sisa tangisnya
dan berjalan mendekatiku. “Kenapa kak?” tanyanya balik ketika aku melamun di
depannya.
Aku sadar dan langsung berlutut
dihadapannya, “Kamu tadi habis ngapain?” tanyaku. Anak kecil dengan mata bulat
dan pipi yang berlesung itu tersenyum polos dan menjawab, “Aku lagi liat orang
yang makan kak.” jawabnya. Aku mencoba untuk menahan buncahan perasaan campur
aduk dalam diriku.
“Rumah kamu dimana, dek?” tanyaku
mengalihkan pembicaraan.
Anak kecil itu tersenyum lagi, “Aku
nggak punya rumah, kak. Selama ini tidur di kardus atau di tempat-tempat kosong
aja.” jawabnya enteng. Hatiku terketuk. Aku mendekat padanya dan menyentuh
pipinya. Ya Tuhan, kenapa mirip sekali... Rea...... Apa maksudnya ini?
“Tidur di kardus..... nggak dingin?”
tanyaku dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Campuran perasaan antara rindu
dengan sosok Rea yang selalu tersenyum polos dan selalu menghiburku dengan
perasaan simpati terhadap anak kecil di depanku.
“Kalo boleh jujur sih dingin, kak.
Tapi ya gimana lagi, aku nggak punya tempat lain buat tidur. Mama aku ninggalin
aku di kardus, papa aku udah nggak ada.” celotehnya tiba-tiba, aku mendengarkan.
“Eh, tapi kakak jangan jadi sedih, aku udah biasa kok, jadi tidur di kardus
udah nggak dingin lagi.” jawabnya, masih dengan senyum di bibirnya.
Aku
menelusuri wajahnya dengan tanganku. Tiba-tiba ia meraih tanganku dan
mengenggamnya. “Kak, kakak lagi sedih ya? Kakak kenapa nangis?” tanyanya. Aku
terpaku dengan tindakannya. Seperti deja
vu. Rea juga pernah melakukan dan mengucapkan hal yang sama padaku.
Tiba-tiba suara perut berbunyi, anak kecil itu tersenyum malu. Aku langsung
menghapus mataku yang berkaca-kaca dan berdiri di depannya,lalu melihat ke arah
dalam cafe, menebak apa hal yang sebenernya diinginkan anak kecil ini tadi. Dan
mataku tertuju pada satu makanan. Makanan yang sangat akrab bagi aku dan Rea.
“Dek, mau kakak beliin eskrim?”
tanyaku padanya. Kini giliran yang matanya membesar tak percaya.
“Kakak tau darimana aku mau itu?”
ujarnya balik bertanya.
Aku tersenyum simpul, bersyukur. Rea. I know you in there. “Mau rasa apa?
Yuk masuk kita pilih eskrimnya.” ajakku sambil mengandeng tangan anak kecil
ini. Anak kecil tadi mengikutiku dengan penuh syukur.
“Yang mana?” tanyaku. Dan ia
langsung menunjuk satu eskrim yang membuat emosiku tidak terkendali lagi. “Dari
dulu aku mau yang itu kak.” ujarnya sambil menunjuk satu eskrim. Red velvet. Eskrim favorit Rea. Aku
tersenyum mendengarnya, mengelup kepalanya dan langsung membeli eskrim yang
diinginkannya.
Rea, kakak yakin kamu tahu kakak
sangat merindukanmu disini, untuk itu terimakasih karena telah mengirimkan anak
ini pada kakak. Kakak akan menjaganya seperti kakak menjagamu, dan kakak akan
selalu membelikannya eskrim, seperti kakak selalu memebelikanmu eskrim
sepanjang hidupmu. Hidup tenanglah disana, Rea. Kakak selalu menyayangimu.
1 comment:
Harrah's Cherokee Casino Hotel & Racetrack - Kambi
Harrah's Cherokee 사천 출장샵 Casino Hotel & Racetrack locations, 아산 출장마사지 rates, 김제 출장안마 amenities: expert Cherokee research, 당진 출장샵 only at Hotel and Travel Index. 의정부 출장마사지
Post a Comment